Minggu, 11 Juli 2010

my worst days

Minggu lalu menjadi minggu terberat untukku. Entah ada masalah apa, tiba-tiba my roommates memutuskan untuk pindah kos. Jadilah aku sendiri sebagai orang yang ditinggalkan. Akhirnya kuputuskan untuk pulang aja, jadi anak rumah nggak kos lagi. Berat memang harus pulang pergi Bekasi-Tangerang setiap hari, tapi sepertinya lebih berat lagi ditinggalkan tanpa tahu alasan jelas yang sebenarnya. Sudahlah, tak perlu lagi kupertanyakan bila kenyataan itu nantinya hanya akan semakin menyakiti hatiku. Biar saja semua jadi misteri bagiku, cukup kutahu alasan yang mereka katakan semoga itulah alasan yang sebenarnya walau sebenarnya aku sendiri ragu.
Aku udah pernah cerita kan bagaimana rasa yang kurasakan bersama mereka di curhatku sebelumnya. Aku hanya nggak menyangka jika akhirnya akan seperti ini. Biar saja semua apa adanya, toh selama ini aku selalu berusaha untuk tidak mengganggu dan menyakiti siapa pun. Whatever they think about me, that's their rights.
Namun dari semua yang kurasakan berat adalah saat aku menerima undangan dari seseorang yang kutahu pernah mengharapkanku dan sejujurnya aku pun pernah berharap padanya. Namun itulah takdir, kadang apa yang kita harapkan tak sejalan dengan apa yang tertulis dalam Lauhul Mahfuz. Yah inilah konsekuensi yang harus kuterima dari keputusanku hampir 3 tahun yang lalu. Bukan tanpa alasan aku menolaknya, bahkan menyuruhnya menjauh dariku. Semua itu karena sahabatku. Ia yang telah lebih dulu berkomitmen dengannya. Walau pada akhirnya mereka telah mengakhiri komitmen itu dan sahabatku telah mengakui bahwa ia tak benar-benar mencintainya, namun aku melihat ada bagian dari dirinya yang terasa sakit. Apalagi ketika ia tahu orang yang berkomitmen dengannya lebih menyukai dan perhatian pada orang lain. Aku tak ingin menambah rasa sakitnya, meski aku tahu keputusanku itu ternyata juga menyakitkan hatiku dan juga dirinya.
Fiuuhh... akhirnya tiba juga hari itu, dimana aku harus melihatnya bersanding dengan wanita pilihannya. ADa sedikit rasa tak rela, bukan karena aku tak bisa memilikinya namun karena waktu lebih berpihak padanya. Mengapa bukan aku yang ada di posisinya lebih dulu sehingga tak perlu mengalami rasa ini? Sudahlah, kembali lagi semua soal takdir. Aku ikhlas dan mendoakan semoga mereka berbahagia dalam membangun keluarga yang sakinah mawaddah warrahmah.
Satu fakta kecil yang entah mengapa membuatku merasa senang dan sedikit tersanjung. Ia masih mengenaliku, padahal sudah 10 tahun kami tak pernah saling ketemu. Biasanya kami hanya berhubungan lewat telepon dan email. Sejujurnya kau sendiri sudah lupa seperti apa wajahnya. Bahkan ia masih saja mengingat banyak hal tentangku, sedangkan aku hanya tahu sedikit tentangnya. Syukurlah aku bisa melaluinya dengan baik, bahkan kami bisa bercanda dan sedikit ber-intermezzo mengingat masa SMA ketika ia mengenalkanku pada istrinya. Semoga rasa yang berkecamuk dalam hatiku tak tertangkap olehnya...
Kini setelah kutahu, aku berharap bisa merenda harapan baru setelah kutinggalkan masa lalu di belakangku. Ya Rob bantu aku menapaki langkah baru hidupku. Bismillah...

Tidak ada komentar: