Sabtu, 20 Februari 2010

temans

Kenapa ya..., Ti ngerasa ketidaknyamanan dan ketiadaan ikatan with my roommates. Kita tinggal bareng, tapi jarang banget ada komunikasi yang mempererat kita sebagai “keluarga”. Seakan kosan cuma jadi tempat untuk tinggal, bukan rumah dimana ada interaksi yang intens diantara penghuninya.
Ti jadi ingat ma Fany, teman 1 kos Ti waktu kuliah. Kita begitu dekat, selalu berbagi, saling curhat, ketawa bareng, sampe nangis bareng. Bukan berarti nggak pernah ada masalah antara kita, justru kadang kala kita juga terlibat dalam konflik. Tapi konflik itu justru yang pada akhirnya semakin membuat kita lebih dekat. Dia pernah bilang bahwa dia adalah pribadi yang sulit untuk dimengerti, tapi pada akhirnya Ti bisa mengerti dia. Saat dia sedih, saat dia diam, saat dia ada masalah, Ti bisa memahami kebiasaan-kebiasaannya hingga Ti tau harus berbuat apa untuk mengatasinya.
Pernah suatu kali, kita dilanda masalah. Waktu itu Ti terlalu sibuk dengan berbagai tugas kuliah, dan praktikum. Alhasil, Ti lebih sering gabung dengan teman-teman kampus Ti dibanding dia, bahkan seringkali Ti nggak pulang ke kos karena deadline yang membuat Ti harus menginap di rumah atau kost teman Ti. Ketika segala konflik telah mencapai klimaks, suatu malam dia menawarkan suatu gagasan gila. Dia menyarankan kami untuk tetap bersama, berbagi kamar, berbagi fasilitas, tapi hanya sebatas itu, tidak lagi berbagi emosi, berbagi pemikiran dan perasaan. Hanya tinggal bersama, bukan hidup bersama, intinya. Tentu aja Ti langsung menolak gagasan itu, apa bedanya tinggal di kuburan dengan di kost kalau seperti itu. Apa bedanya tinggal bersama manusia dengan batu?
Akhirnya kami saling mengungkap emosi dan pemikiran yang kami rasakan. Berbagai argumen dikeluarkan. Guess what? Pada akhirnya kami malah menangis. Dan bersamaan dengan air mata yang meluruh, luruh pula segala kebencian dan salah paham itu. Kami bisa melanjutkan kebersamaan kami dengan lebih baik.
Yup, itulah Fany. Sahabat terbaikku, sahabat yang selalu bisa membuatku khawatir sekaligus merasa tenang, sahabat yang bisa membuatku menangis sekaligus tertawa. Sahabat yang penuh masalah, namun selalu bisa mengatasinya dan membuatku turut belajar dari segala pengalaman dan permasalahan hidupnya.
Ti jadi kangen...., udah lama banget Ti nggak ketemu dia. Selama ini komunikasi kami sebatas lewat telepon atau sms. Jarak Bekasi – Magelang telah memisahkan kami, namun tidak hati kami.
Kembali ke topik awal. Entah, sampai saat ini Ti masih belum bisa mendapatkan chemistry yang sama Ti rasain buat Fany. Entahlah, yang Ti rasain bersama my present roommates malah seperti gagasan yang pernah ditawarkan Fany. Yah, Ti ngerasa kami cuma berbagi fasilitas dan benda-benda fisik lainnya, tapi bukan emosi. Seringkali Ti ngerasa nggak nyaman saat kami lagi bersama, karena yang Ti rasain cuma jasad kami yang sedang berkumpul, tapi jiwa kami entah berada di mana bersama pikirannya masing-masing. Sampai kapan ini bakal berlangsung?
Entahlah, apa ini hanya perasaan Ti aja? Mungkin ada benarnya kata orang, semakin dewasa seseorang, tingkat egoismenya akan makin tinggi?

Tidak ada komentar: